• Default Language
  • Arabic
  • Basque
  • Bengali
  • Bulgaria
  • Catalan
  • Croatian
  • Czech
  • Chinese
  • Danish
  • Dutch
  • English (UK)
  • English (US)
  • Estonian
  • Filipino
  • Finnish
  • French
  • German
  • Greek
  • Hindi
  • Hungarian
  • Icelandic
  • Indonesian
  • Italian
  • Japanese
  • Kannada
  • Korean
  • Latvian
  • Lithuanian
  • Malay
  • Norwegian
  • Polish
  • Portugal
  • Romanian
  • Russian
  • Serbian
  • Taiwan
  • Slovak
  • Slovenian
  • liish
  • Swahili
  • Swedish
  • Tamil
  • Thailand
  • Ukrainian
  • Urdu
  • Vietnamese
  • Welsh
Hari

Your cart

Price
SUBTOTAL:
Rp.0

Mertua Dengki Melihatku Bahagia

img

Medialiterasi.web.id Mudah-mudahan selalu ada senyuman di wajahmu. Di Kutipan Ini saya akan membahas manfaat Novel, Rumah Tangga yang tidak boleh dilewatkan. Review Artikel Mengenai Novel, Rumah Tangga Mertua Dengki Melihatku Bahagia Ikuti terus penjelasannya hingga dibagian paragraf terakhir.

Mertua Dengki Melihatku Bahagia


Bab 2


"Heh, berani sekarang kamu sama kami, ya!" Pak Bambang, menunjuk wajahku dengan bibir yang gemetar.


Aku menatap balik dengan nyalang. Sementara itu, ibu mertuaku malah menghambur ke dekapan suaminya dan menangis kencang. Ratu drama!


"Bapak pikir, karena selama ini aku cuma diam, lantas aku boleh disakiti terus menerus?" sahutku dengan suara gemetar.


Pria berkumis tebal yang telah ditumbuhi uban itu mendelik. Suara dengkusannya terdengar kasar.


"Dasar perempuan tidak tahu diuntung! Kau lupa, asalmu dari mana, hah?"


"Aku nggak lupa, Pak! Aku emang orang miskin. Ibuku cuma tukang cuci dan gosok baju orang. Bapakku udah nggak ada sejak aku SMP. Terus abang-abangku juga kuli di pasar semua. Tapi, apa karena ekonomi keluargaku lemah, lantas kalian bisa nginjak kepalaku terua-terusan?" jeritku sudah tak tertahankan lagi.


Enam tahun aku menikah dengan suamiku. Enam tahun pula aku jadi bahan bulan-bulanan keluarganya.


Terseok-seok aku mencari penghidupan layak buat suami dan anak-anakku. Mulai dari jadi SPG susu, jualan pakaian secara online, lalu dagang es lilin dan bala-bala yang kutitipkan ke kantin SD dekat rumah mertua. Hasilnya tak kumakan sendiri, tapi kubagi buat ongkos rokok serta bensin suami, bahkan buat membeli stok beras untuk dimakan sekeluarga.


Sampai pada akhirnya, dari semua modal yang kukumpulkan lewat menabung bertahun-tahun, akhirnya aku bisa menyewa toko dan membuka usaha baru yakni jualan pakaian second brand impor dari luar negeri. Hasilnya sangat lumayan. Sebulan aku bisa meraup 5-8 juta bersih dari keuntungan berjualan.


Uang itu kugunakan buat banyak hal. Membayar lunas sisa kredit motor suamiku yang dulunya diongkosi mertua, renovasi rumah mertuaku, dan membiayai ibuku yang kini sudah sakit-sakitan.


Namun, adakah aku berharga di mata mertua? Jelas saja tidak. Aku tetap dianggap babu. Jongos bagi mereka yang tak boleh sekedar menikmati hasil kerja kerasku sendiri.


"Kalian seenaknya nyuruh aku ini itu. Udahlah wajib kerja cariin anak dan suamiku nafkah, mau ngelaundry pakaian aja nggak dibolehin! Aku pake uangku sendiri, bukan uang kalian!" balasku masih berapi-api.


"Diam kamu!" bentak Bu Endang melotot.


"Cuma aku yang salah di rumah ini! Sedangkan Mas Raka dan Raya? Mereka berdua nganggur. Si Raya lebih parah lagi. Udahlah janda, nganggur, cuci baju aja dia masih nitip ke aku. Piring habis makan cuma diletakkin dalam wastafel. Mau sampai kiamat juga nggak bakalan dicuci!"


Kumuntahkan semua keluh kesahku. Kusebut juga nama Raya, adik iparku yang usianya hanya selisih 3 tahun di bawahku.


Raya adalah seorang wanita 26 tahun yang baru saja bercerai dari sang suami. Baru setahun mereka menikah, tapi suami Raya sudah menyerah. Pria yang bekerja sebagai karyawan swasta itu tak mampu meladeni keinginan Raya yang hedon luar biasa.


Bayangkan, sebulan Andika--mantan suami Raya, wajib memberi nafkah sebanyak lima juta. Raya juga enggan sambang ke rumah mertua, apalagi tinggal dengan ibunya Andika, padahal beliau sudah tua dan hanya hidup sebatang kara.


Raya juga tak pernah betah di rumah. Tiga kali sehari keluar jalan-jalan dan menghamburkan uang buat bersenang-senang layaknya istri pejabat.


Syukur Andika tidak telat sadar. Akhirnya perempuan bertubuh sintal itu dicerai. Raya yang semula tinggal di rumah KPR yang diambilkan oleh kedua mertuaku itu pun, kini pulang kembali dan hidup seatap denganku juga.


Sejak dia datang kembali, mana pernah dia mau memegang sapu, pel, atau sabut cuci piring. Bangunnya saja pukul dua belas siang. Bangun-bangun langsung cus ke warung makan dan beli nasi bungkus, lalu sampahnya dibiarkan tergeletak di atas meja makan. Yang membereskan siapa lagi kalau bukan aku.


Apa Raya pernah diprotes? Apa Raya pernah dimarahi? Jelas saja tidak. Ratu tetaplah ratu, walaupun kelakuannya benar-benar laknatullah.


"Nggak usah bawa-bawa Raya! Dia nggak ada salah sama kamu! Dia anakku!" bentak Bu Endang.


Beliau maju lagi. Mendekat ke arahku sambil mengepalkan tangan. Dia pikir, aku takut?


"Sadar, Bu! Kelakuan anak-anaknya Ibu nggak ada yang bener. Terus Ibu cuma fokus nyalahin aku dan ngehina aku. Ibu nggak ngaca kalau anak-anak Ibu kelakuannya lebih bobrok! Pantesan si Raya dicere ama Andika. Mau kawin seribu kali juga nggak bakalan ada yang betah sama kelakuan dia!"


Plak!


Bukannya sadar, Ibu mertuaku malah tiba-tiba melayangkan tamparannya padaku.


Oh, rupanya memang nargetin harus dapet pipiku, ya? Oke. Tunggu pembalasanku!


Bersambung


Baca cerita selengkapnya di aplikasi KBM App


Judul: Mertua Dengki Melihatku Bahagia

Penulis: Meisya Jasmine



Demikianlah mertua dengki melihatku bahagia sudah saya jabarkan secara detail dalam novel, rumah tangga Semoga informasi ini bermanfaat bagi Anda semua tetap fokus pada tujuan dan jaga kebugaran. Ayo sebar kebaikan dengan membagikan ini kepada orang lain. jangan lewatkan konten lainnya. Terima kasih.

Special Ads
© Copyright 2024 - media literasi
Added Successfully

Type above and press Enter to search.

Close Ads