• Default Language
  • Arabic
  • Basque
  • Bengali
  • Bulgaria
  • Catalan
  • Croatian
  • Czech
  • Chinese
  • Danish
  • Dutch
  • English (UK)
  • English (US)
  • Estonian
  • Filipino
  • Finnish
  • French
  • German
  • Greek
  • Hindi
  • Hungarian
  • Icelandic
  • Indonesian
  • Italian
  • Japanese
  • Kannada
  • Korean
  • Latvian
  • Lithuanian
  • Malay
  • Norwegian
  • Polish
  • Portugal
  • Romanian
  • Russian
  • Serbian
  • Taiwan
  • Slovak
  • Slovenian
  • liish
  • Swahili
  • Swedish
  • Tamil
  • Thailand
  • Ukrainian
  • Urdu
  • Vietnamese
  • Welsh
Hari

Your cart

Price
SUBTOTAL:
Rp.0

Mertua Dengki Milihatku Bahagia

img

Medialiterasi.web.id Selamat datang di blog saya yang penuh informasi terkini. Pada Kesempatan Ini aku mau menjelaskan berbagai manfaat dari novel,Rumah Tangga. Ulasan Artikel Seputar novel,Rumah Tangga Mertua Dengki Milihatku Bahagia Lanjutkan membaca untuk mendapatkan informasi seutuhnya.


MERTUA DENGKI MELIHATKU BAHAGIA

Bab 1

Nasib Numpang di Mertua


"Nisa, itu yang di dalam tas apaan? Pakaian kalian? Mau dilaundry lagi?" Ibu mertuaku tiba-tiba muncul di depan pintu kamarku.


Baru saja aku hendak membawa keluar dari kamar setumpuk pakaian yang sudah kukemas dalam tas jinjing besar berwarna merah itu menuju laundry langgananku, eh, ibu mertuaku malah memergoki. Apes, pikirku. Pasti bakal jadi masalah lagi.

 

"Iya, Bu. Aku nggak sempat nyuci soalnya. Toko rame terus dari pagi ampe malem."

 

Mata ibu mertuaku langsung mendelik. Wanita paruh baya berusia 60 tahun itu langsung berkacak pinggang.

 

"Nis, kamu tuh baru tiga bulan ngerintis usaha, kok bisa-bisanya udah berlagak kaya konglomerat aja, sih?!"

 

Suara ibu mertuaku meninggi. Bu Endang, ibu dari suamiku itu terlihat sangat emosi. Seakan-akan aku bakalan menguras hartanya untuk membayar laundry yang tak seberapa ini.

 

"Mbok ya kamu itu bisa hidup hemat! Prihatin dikit napa, Nis? Kamu itu asalnya dari orang susah! Usaha baru naik dikit, malah sok-sokan ngelaundry. Nggak usah! Pokoknya itu cucian kamu, suamimu, sama anakmu, cuci sendiri!"

 

Panas hatiku mendengarnya. Padahal, selama aku ngelaundry pakaian, tak pernah sekali pun aku meminta uangnya suami. Apalagi uang ibu mertuaku. Kok, dia bisa sesewot ini, ya?

 

"Bu, bukannya sok-sokan. Tapi, aku beneran udah nggak ada tenaga lagi, Bu. Capek banget ngelayanin pelanggan di tokoku. Mana hari ini aku juga harus bongkar bal baru. Udah ya, Bu. Aku pergi nganter pakaian dulu," kataku ingin menyudahi pertikaian tak penting ini.

 

Bukannya membiarkan aku pergi, eh, ibu mertuaku malah semakin nyolot. Tangannya mencekal pergelangan tanganku, sementara matanya makin melotot besar.

 

"Eh, Nisa! Kamu ini tuli apa gimana, sih? Nggak denger apa kataku tadi? Sekali nggak boleh, ya nggak boleh!" hardiknya buas.

 

Aku sampai kaget. Mendadak anakku yang semula masih terlelap di kamar bersama suamiku, malah terbangun dan menghambur ke depan pintu.

 

"Mamah, ada apa, Mah?" tanya Alina, putri semata wayangku yang berusia 5 tahun.

 

"Nis, kenapa sih, pagi-pagi buta begini udah ribut?" Suamiku menimpali.

 

Lihatlah Mas Raka. Jam tujuh lewat seperempat pagi, malah dia bilang pagi buta. Dengan seenaknya dia baru bangun dan ujug-ujug memasang muka tak terima karena mendengar teriakan dari ibunya.

 

"Ini aku mau nganter laundry, Mas. Terus abis nganter laundry, aku mau beliin sarapan buat kalian dan langsung ke toko buat bongkar bal kaos thrift. Ibu malah marah. Katanya aku sok kaya cuma gara-gara ngelaundry. Padahal ini kan duitku. Nggak minta duitnya Mas Raka atau duitnya Ibu." Kujawab suamiku apa adanya, tapi muka Mas Raka malah memerah layaknya kepiting rebus.

 

"Eh, lancang kamu, ya! Baru bisa cari duit nggak seberapa aja udah berani bicara begitu sama aku!" maki Ibu dengan mata menyala-nyala.

 

"Kamu inget nggak Nisa, kami memungutmu dari anak yatim miskin yang tinggal di kontrakan sempit, sampai kamu bisa tinggal di rumah segede ini. Aku yang biayain resepsi kalian, sampai biaya lahiran anakmu juga aku yang bayar! Giliran usahamu baru nanjak berapa bulan ini aja, kamu lagaknya selangit! Dasar miksin! Cuih!"

 

Tanpa kuduga, ibu mertuaku yang seorang pensiunan PNS itu malah meludahi wajahku.

 

"Nena, jangan sakitin Mamah! Mamahnya Alina nggak salah!" jerit Alina menegur neneknya yang dia panggil dengan sebutan nena.

 

"Heh, anak kecil nggak usah ikut campur!" pekik Ibu lagi. "Raka, bawa anakmu masuk. Biar istrimu Ibu yang ajari."

 

Bu Endang malah menarik tanganku keluar kamar dan suamiku bukannya membelaku, tapi malah menutup pintu rapat-rapat dari dalam. Teriakan anakku yang minta keluar kamar pun terdengar memilukan.

 

"Aduh, pagi-pagi udah ribut! Muak banget rasanya tinggal di rumah ini!"

 

Sebuah suara tiba-tiba muncul. Saat kutengok, rupanya bapak mertuaku muncul dari arah kamarnya di depan sana. Muka pria 64 tahun yang juga seorang pensiunan itu tampak merah padam. Rambutnya masih berantakan, khas orang baru bangun tidur.

 

"Nisa, tiap hari ada aja ulah kamu! Kamu ini sebenarnya masih mau tinggal di sini nggak? Udah syukur dikasi numpang di rumah mertua. Eh, malah bikin ribut terus!" Kali ini bapak mertuaku yang menuding. Kemarahan pasutri tua bangka ini sungguh telah menyulut emosiku.

 

"Heh, kalau orang ngomong itu disautin! Malah diem! Dasar bloon!" maki ibu mertuaku.

 

Kupikir aku akan tetap bersabar dalam menghadapi mereka. Namun, ternyata aku salah. Kala tangan ibu mertua naik ke udara, di saat itulah kesabaranku habis.

 

"Kalian pikir, cuma kalian yang muak di sini? Aku juga muak sama kalian. Aku juga udah nggak sudi tinggal di sini. Kalian semua toxic! Kalian pikir, aku bakalan jadi gembel kalau keluar dari sini?!"

 

Kuempaskan tangan mertuaku yang tadi sempat hendak mendaratkan tamparan ke pipiku.

 

Sontak, wajah kedua mertuaku pias. Mereka berdua tampak pucat pasi tak berkutik. Mereka berdua pikir, selama ini aku diam, itu artinya aku akan selama-lamanya tunduk?

 

Bersambung

 

Baca cerita selengkapnya di aplikasi KBM App

 

Judul: Mertua Dengki Melihatku Bahagia

Penulis: Meisya Jasmine

 

Link ada di kolom komentar

Begitulah mertua dengki milihatku bahagia yang telah saya jelaskan secara lengkap dalam novel,rumah tangga, Terima kasih telah membaca hingga akhir cari inspirasi dari alam dan jaga keseimbangan hidup. Jika kamu peduli jangan lewatkan artikel lainnya. Terima kasih.

Special Ads
© Copyright 2024 - media literasi
Added Successfully

Type above and press Enter to search.

Close Ads